Senin, 15 November 2010

Tulisan Pengantar Bisnis

NAMA  : LISTYAJI KUSPRIMADIYANTO
KELAS : 1EB18
NPM     : 24210053

 “BANK DUNIA”

Aktivitas Bank Dunia saat ini difokuskan pada Negara berkembang, dalam bidang seperti pendidikan, pertanian dan industri. Bank Dunia memberi pinjamandengan tarif preferensial kepada negara-negara anggota yang sedang dalam kesusahan. Sebagai balasannya, pihak Bank juga meminta bahwa langkah-langkah ekonomi perlu ditempuh agar misalnya, tindak korupsidapat dibatasi atau demokrasidikembangkan.
Bank Dunia didirkan pada 27 Desember 1945 setelah ratifikasi internasional mengenai perjanjian yang dicapai pada konfrensi yang berlangsung pada 1 Juli sampai 22 Juli 1994 di kota Bretton Woods. Markas Bank Dunia berada diAmerika Serikat. Secara teknis dan struktural Bank Dunia termasuk salah satu dari badan PBB, namun secara operasional sangat berbeda dari badan-badan PBB lainnya.
 Bank Dunia menyatakan adanya potensi peningkatan masyarakat sangat miskin di negara berkembang sebesar 26 juta pada 2020 karena terhambatnya bantuan yang diberikan. Menurut laporan Bank Dunia sebagaimana dikutip ANTARA dari lamannya Kamis [10/06], disebutkan upaya memerangi kemiskinan bisa terhambat jika negara-negara berkembang dipaksa untuk memotong investasi produktif dan sumber daya manusia. Sehingga menyebabkan bantuan pembangunan yang rendah dan pajak penghasilan yang berkurang. Selain itu jika bantuan bilateral untuk pembangunan menurun, seperti yang pernah terjadi sebelumnya, ini dapat mempengaruhi rata-rata pertumbuhan ekonomi jangka panjang negara berkembang dan  berpotensi meningkatkan masyarakat sangat miskin sampai 26 juta jiwa pada 2020. Di negara berkembang saat ini terjadi kesenjangan pembiayaan pembangunan. Kesenjangan pembiayaan di negara berembang secara keseluruhan diperkirakan mencapai 210 miliar dolar AS pada 2010 dan menurun menjadi 180 miliar dolar AS pada 2011. Sementara itu, Bank Dunia memperkirakan laju modal dari sektor swasta untuk negara berkembang pada 2009 mencapai 454 miliar dolar AS, dan 2012 diperkirakan meningkat tipis 771 miliar dolar AS atau 3,2 peren dari produk domestik bruto (PDB). Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan di negara berkembang sekitar enam persen setiap tahun pada 2010,2011 dan 2012 naik dari 2009 sebesar 1,7 persen. Pertumbuhan yang tampak tersebut  didasarkan pada antisipasi  perlambatan pertumbuhan di China sebagai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar. pada dua tahun mendatang dari 9,5 pada 2010 menjadi 8,5 persen pada 2011. Sementara, bila pertumbuhan ekonomi di negara berkembang secara keseluruhan tanpa China dan India diperkirakan meningkat menjadi 4,4 persen pada 2020 dan 2011 serta 4,6 persen (ant ).
Peran Bank Dunia dalam Ekonomi dan Politik Global
Rittberger dan Zangl (2006: 172) menulis, sejak tahun 1970-an Bank Dunia mengubah konsentrasinya karena situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian antara negara berkembang dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan merdekanya negara-negara yang semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin meningkat. Negara-negara berkembang menuntut distribusi kemakmuran (distribution of welfare) yang lebih merata dan negara-negara maju memenuhi tuntutan ini dengan cara menyuplai dana pembangunan di negara-negara berkembang.
Basis keuangan Bank Dunia adalah modal yang diinvestasikan oleh negara anggota bank ini yang berjumlah 186 negara. Lima pemegang saham terbesar di Bank Dunia adalah AS, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima negara itu berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan merekalah yang akan memilih Presiden Bank Dunia. Secara tradisi, Presiden Bank Dunia adalah orang AS karena AS adalah pemegang saham terbesar.  Sementara itu, 181 negara lain diwakili oleh 19 Direktur Eksekutif (satu Direktur Eksekutif akan menjadi wakil dari beberapa negara).
Bank Dunia berperan besar dalam membangun kembali tatanan ekonomi liberal pasca Perang Dunia II (Rittberger dan Zangl, 2006: 41). Pembangunan kembali tatanan ekonomi liberal itu dipimpin oleh AS dengan rancangan utama mendirikan sebuah tatanan perdagangan dunia liberal. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dibentuk tatanan moneter yang berlandaskan mata uang yang bebas untuk dikonversi. Rittberger dan Zangl (2006: 43) menulis, “Perjanjian Bretton Woods mewajibkan negara-negara untuk menjamin kebebasan mata uang mereka untuk dikonversi dan mempertahankan standar pertukaran yang stabil terhadap Dollar AS.
Lembaga yang bertugas untuk menjaga kestabilan moneter itu adalah IMF (International Monetary Funds) dan IBRD (International Bank for Reconstruction dan Development). IBRD inilah yang kemudian sering disebut “Bank Dunia”. Pendirian Bank Dunia dan IMF tahun 1944 diikuti oleh pembentukan tatanan perdagangan dunia melalui lembaga bernama GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1947. Pada tahun 1995, GATT berevolusi menjadi WTO (World Trade Organization).
Meskipun tugas Bank Dunia adalah mengatur kestabilan moneter, namun dalam prakteknya, Bank Dunia sangat mempengaruhi politik global karena hampir semua negara di dunia menjadi penerima hutang dari Bank Dunia. Sejak awal beroperasinya, Bank Dunia sudah mempengaruhi politik dalam negeri negara yang menjadi penghutangnya. Penerima hutang pertama Bank Dunia adalah Perancis, yaitu pada tahun 1947, dengan pinjaman sebesar $ 987 juta. Pinjaman itu diberikan dengan syarat yang ketat, antara lain staf dari Bank Dunia mengawasi penggunaan dana itu dan menjaga agar Perancis mendahulukan membayar hutang kepada Bank Dunia daripada hutangnya kepada negara lain. AS juga ikut campur dalam proses pencairan hutang ini. Kementerian Dalam Negeri AS meminta Perancis agar mengeluarkan kelompok komunis dari koalisi pemerintahan. Hanya beberapa jam setelah Perancis menuruti permintaan itu, pinjaman pun cair.
Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara, disebut SAP (Structural Adjustment Program). Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.
 Bank Dunia selama ini telah memerankan peran yang sangat penting dalam sektor energi secara global. Sebagai institusi finansial terbesar yang memberikan bantuan finansial kepada negara berkembang, Bank Dunia memiliki mandat untuk mengurangi kemiskinan di negara berkembang dan negara miskin dunia.
Namun, dari paparan hasil penelitian yang dilakukan oleh IESR dan BIC  terkait proyek-proyek Bank Dunia selama 40 tahun di sektor energi Indonesia, hasilnya kinerja Bank Dunia sedikit sekali berpengaruh pada kesejahteraan rakyat. Untuk akses energi sendiri menurut data Bank Dunia pada tahun 2007, lebih dari 70 juta rakyat Indonesia masih belum mendapatkan akses listrik. Temuan ini tentu saja diperkirakan lebih banyak. Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, dari penelitian yang dilakukannya, kurang lebih 100 juta rakyat Indonesia belum mendapatkan akses untuk energi listrik.
Sementara untuk pengentasan kesulitan akses energi pada rakyat, Bank Dunia dan Pemerintah RI justru menyokong PLN dengan proyek batubara sejak 2006 yang dikuatkan oleh Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006. Menurut peta pembangunan sektor energi Indonesia, peruntukkan konsumsi batubara untuk listrik hanya sebesar 15 persen. Namun, kenyataannya saat ini terjadi peningkatan konsumsi batubara hingga 35 persen dan menurut PLN pada 2020 akan digenapi hingga sebesar 70%.
Ambisi Bank Dunia untuk menguatkan penggunaan energi bersih ternyata hanya di atas kertas. Kenyataannya, mereka berkelit dengan mengatakan energi dari batubara dan gas sebagai salah satu energi bersih. Hal ini tentu saja berdampak pada perubahan iklim dan emisi yang dihasilkan Indonesia. Lewat perannya di sektor energi  Indonesia Bank Dunia malah menambah jumlah emisi gas rumah kaca.
“Terkait dengan hutang emisi dan perdagangan karbon, Bank Dunia telah membeli 16 juta dolar kredit karbon. Namun, kembali lagi terjadi standar ganda di sini. Bank Dunia tidak pernah menghitung emisi karbon yang mereka hasilkan dari proyek di Indonesia yang sudah berjalan selama 40 tahun. Bank Dunia hanya menghitung pencegahannya, tetapi tidak kepada emisi yang telah dihasilkannya,” ujar Daniel King, salah satu konsultan peneliti dari IESR.
Di Indonesia, keberadaan proyek Bank Dunia untuk sektor energi lebih berfokus pada penguatan peran swasta atau lazim kita sebut privatisasi. Sementara untuk membantu efek dari perubahan iklim, pendanaan untuk energi terbaru masih sangat kecil ketimbang energi fosil. Dengan kerusakan ekologis dan buangan emisi yang semakin besar, rakyat Indonesia kembali lagi yang harus membayar akibat kebijakan pemerintah di sektor energi dan Bank Dunia. Kenyataan yang terjadi adalah pemiskinan yang ditanggung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar